Article | Thu, 15 May 2025
Industri peternakan berada di titik kritis dalam sejarah perkembangannya. Di satu sisi, populasi dunia terus meningkat dan mendorong permintaan akan protein hewani ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di sisi lain, sektor ini harus menghadapi tekanan besar dari perubahan iklim yang berdampak langsung terhadap kesehatan hewan, ketersediaan pakan, hingga produktivitas ternak.
Perubahan suhu ekstrem, curah hujan yang tidak menentu, serta meningkatnya frekuensi bencana alam telah menimbulkan gangguan sistemik terhadap sistem produksi peternakan global. Dampaknya tidak hanya terasa pada skala peternakan kecil, tetapi juga pada perusahaan besar yang memasok kebutuhan daging, susu, dan telur ke pasar internasional. Dalam konteks ini, kebutuhan untuk beradaptasi dan bertransformasi menjadi lebih penting daripada sekadar meningkatkan volume produksi.
Peternakan tidak lagi bisa berjalan dengan pendekatan konvensional. Inovasi berbasis teknologi, kesadaran lingkungan, dan strategi berkelanjutan menjadi fondasi baru dalam menghadapi tantangan ganda: menjaga ketahanan pangan dan menekan dampak ekologis. Artikel ini akan membahas bagaimana industri peternakan dunia merespons dinamika tersebut dari sisi tantangan yang dihadapi hingga solusi dan peluang yang mulai terbentuk.
Perubahan iklim memengaruhi ketersediaan air, kualitas pakan, dan produktivitas hewan. Suhu ekstrem dapat menurunkan tingkat reproduksi serta meningkatkan stres pada ternak. Dalam jangka panjang, hal ini mengancam ketahanan pangan berbasis protein hewani.
Negara-negara berkembang tengah mengalami pertumbuhan kelas menengah yang signifikan, memicu peningkatan konsumsi daging, susu, dan telur. Hal ini mendorong tekanan terhadap produksi yang lebih masif namun tetap efisien.
Teknologi menjadi alat penting dalam merespons perubahan. Digitalisasi peternakan (smart farming), penggunaan sensor, dan AI membantu peternak meningkatkan efisiensi dan deteksi dini terhadap penyakit.
Munculnya daging nabati dan protein alternatif seperti serangga atau kultur sel telah mengubah lanskap pasar global. Bagi industri peternakan, ini bisa menjadi pesaing atau justru kolaborator.
Peternakan masa depan tidak hanya soal produksi, tetapi juga soal keberlanjutan. Dari penggunaan energi terbarukan hingga pengolahan limbah, banyak perusahaan mulai menerapkan prinsip ESG (Environment, Social, Governance).
Untuk tetap relevan, industri peternakan global harus menyusun strategi adaptif yang menggabungkan teknologi, keberlanjutan, dan pemahaman atas pasar konsumen. Hanya dengan pendekatan menyeluruh, sektor ini dapat bertahan dan tumbuh di tengah perubahan besar yang sedang berlangsung.